Senin, 17 Juni 2019

MALAIKAT YANG SENEWEN

MALAIKAT YANG SENEWEN MENGHADAPI SUFI

Seorang Sufi terbangun dari tidurnya karena kehadiran seorang malaikat yang diutus Tuhan. Malaikat itu berkata: "Aku diutus untuk memenuhi apapun permintaanmu, maka mintalah sesuatu!"

Jawab Sufi: "kau datang terlambat, saat ini segala keinginanku telah hilang (telah tercerahkan). Seandainya kau datang beberapa tahun yang lalu, mungkin kedatanganmu masih berarti bagiku, mungkin aku akan mempunyai permintaan kala itu. Namun kau datang pada saat ini di mana aku sudah terbebas dari segala keinginan."

Malaikat tetap mendesak Sang Sufi untuk membuat sebuah permintaan, karena malaikat tersebut tidak mungkin kembali kepada Tuhan sebelum tugasnya terlaksana.

Sang Sufi kembali menjawab: "Aku benar-benar merasa segalanya telah sempurna, tidak ada yang kurang. Bahkan aku tidak peduli lagi apakah Tuhan itu ada atau tidak, itu tidak penting lagi bagiku. Ketika aku melaksanakan Sholat, itu karena aku sangat bahagia melakukannya, bukan karena dorongan apapun. Aku betul-betul sudah bahagia tanpa syarat dalam semua hal. Maka katakan saja kepada-Nya bahwa aku berterimakasih atas segala kebahagiaan ini, tidak ada lagi yang aku inginkan."

Namun malaikat masih keras kepala, dia tidak mau pergi. Akhirnya Sang Sufi berkata: "Jika kau memang memaksa, tolong berikan kepadaku sebuah saran, permintaan apakah yang sebaiknya kuajukan kepada-Nya?"

Maka malaikat pun bersedia memberinya saran: "Mintalah untuk tetap dalam keadaan 'tanpa keinginan' itu, sebab 'tanpa keinginan' berarti puncak dari segala rasa syukur, puncak kebahagiaan, keheningan sejati. 'Berkeinginan' berarti tidak setuju dengan keadaan yang diberikan Tuhan, 'berkeinginan' berarti memperkuat ego, itu akan menambah kesulitan dan penderitaan."

Dan Sang Sufi menerima saran malaikat tersebut, yaitu meminta kepada Tuhan agar dirinya tetap dalam keadaan 'tanpa keinginan.'

----------------------------------------------

Pembabaran:

Sudah ada Sang Maha yang menggerakkan segala sesuatu secara semestinya. Keinginan adalah ilusi, jebakan ego. Ketika keinginan itu seolah-olah terpenuhi, itu bukan disebabkan oleh keinginan itu sendiri atau usaha apapun, melainkan ketetapannya memang begitu. Usaha itu sendiri juga bagian dari ketetapan, hubungan yang seolah-olah korelasi itu adalah ilusi.

Ketika ketetapan harus terjadi, segala faktor yang mendukung ketetapan itu untuk terjadi telah menjadi bagian yang disiapkan Tuhan juga. Sehingga ketika ada orang yang bangga atas sesuatu yang dianggapnya sebagai sebuah kesuksesan, itu menyedihkan. Begitu pula ketika seseorang kelihatannya gagal dalam usahanya, tidak ada yang perlu diratapi.

Sedangkan keinginan itu sendiri seringkali hanya menghasilkan kekecewaan, karena secara statistik keinginan manusia hanya kelihatan terpenuhi sebesar 5% saja, yang 95% berarti penderitaan.

Baik berkeinginan maupun tanpa keinginan tidak akan merubah ketetapan apapun. Ini sangat sulit dipahami bagi para pejalan awal, karena seolah-olah kontradiksi dengan hukum dasar Kehendak Bebas di alam ini. Namun jika Anda paham bahwa semua gerakan ini hanya SATU saja, yang termanifestasi dalam pilahan-pilahan ruang dan waktu yang seolah-olah riil ini, Anda akan paham bahwa tidak ada kontradiksi apapun. Hal ini termasuk dikotomi alam semesta, yaitu ketika dua hal yang kelihatannya kontradiktif berada pada keadaan yang tunggal.

Jadi orang-orang yang tercerahkan melakukan segala perbuatannya sebagai Ekspresi dari ilahi, yaitu selalu berlandaskan Cinta yang murni, tidak terkait dengan target atau tujuan tertentu. Perbuatannya adalah manifestasi dari kebahagiaan sejati.

Mengingat mayoritas kita belumlah orang yang tercerahkan, maka begini jalan tengahnya... Anda masih bisa berkeinginan untuk memulai sebuah usaha (lahiriah maupun ruhani), namun ketika telah masuk pada perbuatannya, lupakan segala keinginannya, itu sebagai dorongan awal saja. Masuklah ke dalam perbuatan itu dengan penuh sukacita, maka Anda akan menyadari energi kreatif ilahi di situ.

Semoga Paham