Senin, 10 Juni 2019

BERTAPA

PERHATIKAN bagaimana Pangeran SIDDHARTA bisa mencapai 'PENCERAHAN' @Budha....
#bukan oleh sebab telah BERPUASA/BERTAPA selama "6 TAHUN"....
@melainkan JUSTRU setelah 'meminum semangkuk SUSU' !!😲😬🥶✌️

Pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke Magadha untuk melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela, di tepi Sungai Nairanjana(Naranjara) yang mengalir dekat Hutan Gaya. Walaupun telah melakukan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan Uruvela, tetap pertapa Gautama belum juga dapat memahami hakikat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dilakukan tersebut.

Pada suatu hari dalam pertapaannya, pertapa Gotama kedatangan seorang roh pemusik/gandharva yang kemudian melantunkan sebuah syair:

“ Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu. ”

Nasihat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang akhirnya memutuskan untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang telah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir saja merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asattha) di Hutan Gaya, sambil ber-prasetya, "Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan, tetapi aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku mencapai Pencerahan Sempurna."

Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir saja Dia putus asa menghadapi godaan Mara, dewa penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan keyakinan yang teguh kukuh, akhirnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.

Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha (Samma sam-Buddha), tepat pada saat bulan Purnama Siddhi di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM).
#Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Siddhartha_Gautama

Persiapan yang dilakukan oleh Sujàtà untuk mengadakan upacara persembahan kepada dewa penjaga pohon banyan pada hari purnama di bulan Vesàkha ketika Bodhisatta telah menyelesaikan enam tahun praktik dukkaracariya adalah sebagai berikut:

(1)    Pertama-tama ia membiarkan seribu ekor sapi susu merumput di hutan, kemudian susu yang diperoleh dari seribu ekor sapi susu ini diberikan sebagai makanan bagi lima ratus sapi susu lainnya.

(2)    Susu yang berasal dari lima ratus sapi susu itu, diberikan  sebagai makanan bagi dua ratus lima puluh sapi susu lainnya lagi.

(3)    Susu yang berasal dari dua ratus lima puluh sapi susu itu, diberikan sebagai makanan bagi seratus dua puluh lima sapi susu lainnya lagi

(4)    Susu yang berasal dari seratus dua puluh lima sapi itu diberikan sebagai makanan kepada enam puluh empat sapi susu lainnya.

(5)    Susu yang berasal dari enam puluh empat sapi itu diberikan sebagai makanan kepada tiga puluh dua sapi susu lain.

(6)    Susu yang berasal dari tiga puluh dua sapi itu diberikan sebagai makanan bagi enam belas sapi lain.

(7)    Susu yang berasal dari enam belas sapi susu itu, diberikan sebagai makanan bagi delapan sapi lain.

Demikianlah, Sujàtà mengambil langkah-langkah ini untuk memperoleh susu yang lezat dan bergizi untuk membuat nasi susu.

Dengan tujuan, “Aku akan melakukan persembahan nasi susu ghana pagi-pagi hari ini.” Sujàtà bangun pagi-pagi pada hari purnama di bulan Vesàkha kemudian memerah delapan sapi susu itu. Anak-anak sapi (yang tidak diikat dengan tali) tidak berani mendekati sapi-sapi ibunya. Anehnya ketika mangkuk susu ditempatkan tepat di bawah ambing sapi, susu mengalir deras terus menerus meskipun tidak diperah. Sujàtà, menyaksikan peristiwa ajaib ini, mengulurkan tangannya menuangkan susu yang mengalir terus-menerus tersebut ke dalam kendi baru dan menyalakan api dengan tangan lainnya, mulai memasak nasi susu ghana.

#Selengkapnya di:
https://ratnakumara.wordpress.com/2009/09/26/siddhattha-gotama-perjuangan-mencapai-pencerahan/